Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU
Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut
sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi
yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Ada
beberapa karakter perkembangan anak usia dini yaitu:
1. Perkembangan Jasmani (Fisik dan
motorik).
2. Perkembangan kognitif.
3. Perkembangan berbicara.
4. Perkembangan emosi.
5. Perkembangan social.
6. Perkembangan moral.
1.
Perkembangan Jasmani (Fisik dan Motorik)
Perkembangan fisik dan motorik
mengikuti pola perkembangan yang sama, yaitu hukum cephalocaudal dan hukum proximodistal.
Oleh karena itu perkembangan fisik dan motorik anak dapat diramalkan,
apakah normal ataukah mengalami hambatan.
Meskipun mengikuti pola yang sama,
akan tetapi ada perbedaan laju perkembangan antara anak yang satu dengan yang
lainnya. Oleh sebab itu, tidak ada dua individu yang sama persis, baik dalam
pertumbuhan fisik maupun perkembangan motoriknya.
Masa kanak- kanak merupakan masa
kritis bagi perkembangan motorik. Oleh karena itu masa kanak- kanak merupakan
waktu yang sangat tepat untuk mengajarkan anak tentang berbagai keterampilan
motorik.
Terdapat berbagai cara anak belajar
keterampilan motorik, yaitu trial and
error, meniru dan pelatihan yang memberikan hasil yang berbeda. Maka dari
itu diperlukan perhatian yang besar terhadap metode/ cara yang digunakan anak
untuk belajar keterampilan motorik.
2. Perkembangan Kognitif.
Kemampuan kognitif yang memungkinkan pembentukan pengertian,
berkembang dengan empat tahap, yaitu tahap sensori motor (0- 24 bulan), tahap
pra- operasional (24 bulan – 7 tahun), tahap operasional konkret ( 7- 11
tahun), dan tahap operasional formal (dimulai usia 11 tahun). Tahap- tahap ini
merupakan pola perkembangan kognitif yang berkesinambungan, yang akan dilalui
oleh semua orang. Oleh karena itu perkembangan kognitif seseorang dapat
diramalkan.
Tahap pra- operasional merupakan
tahap perkembangan kognitif anak usia prasekolah, yang cirinya adalah, adanya
penguasaan bahasa, kemampuan menggunakan symbol, meniru, sekalipun cara
berpikirnya sangat egosentris, memusat, dan tidak bisa dibalik.
Percepatan perkembangan kognitif ini
terjadi pada lima tahun pertama dalam kehidupan anak. Kemudian melambat, dan
akhirnya konstan di saat akhir masa remaja. Oleh karena itu, diperlukan
perhatian yang besar terhadap factor- factor yang diduga mempengaruhi
perkembangan kognitif.
3.
Perkembangan Berbicara.
Bicara merupakan keterampilan mental
motorik. Bicara tidak hanya melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara
yang berbeda., tetapi juga mempunyai aspek mental yakni kemampuan mengaitkan
arti dengan bunyi yang dihasilkan. Jadi sebelum anak cukup dapat mengendalikan
mekanisme otot saraf untuk emnimbulkan bunyi yang jelas, berbeda dan
terkendali. Ungkapan suara hanya merupakan bunyi artikulasi. Lebih lanjut,
sebelum mereka mampu mengaitkan arti dengan bunyi yang terkendali itu,
pembicaraan mereka hanya “ membeo saja”.
Bicara merupakan alat berkomunikasi.
Sekalipun pada awal masa kanak- kanak tidak semua bicara digunakan untuk
berkomunikasi. Bicara merupaka alat komunikasi yang paling efektif,
penggunaannya paling luas dan paling penting. Bicara memainkan peran penting
dalam kehidupan anak. Bicara dapat memberikan pengaruh yang besar bagi
penyesuaian social dan pribadi anak. Oleh karena itu, diperlukan perhatian
terhadap cara anak dalam belajar berbicara. Bicara merupakan keterampilan yang
harus dipelajari. Secara umum ada tiga metode belajar bicara tersebut yaitu, trial and error, meniru model dan pelatihan.
4.
Perkembangan Emosi.
Setiap orang mengikuti pola
perkembangan emosi yang sama, sekalipun dalam variasi yang berbeda. Variasi
tersebut meliputi segi frekuensi, intensitas,
dan jangka waktu dari berbagai macam emusi, serta usia pemunculannya
yang disebabkan oleh beberapa kondisi yang mempengaruhi perkembangan emosi.
Oleh karena itu, emosi anak kecil tamp[ak berbeda dari emosi anak yang lebih tua atau orang
dewasa.
Ciri khas emosi anak adalah emosinya
kuat, emosi sering kali ,tampak, emosinya bersifat sementara (labil), dan emosi
dapat diketahui melalui perilaku anak..
5.
Perkembangan social.
Perkembangan social mengikuti suatu
pola, yaitu suatu urutan perilaku social. Pola ini sama pada semua anak di
dalam suatu kelomp[ok budaya. Maka ada pola sikap anak tentang minat terhadap
aktivitas social dan pilihan teman. Oleh karena itu, sangat mungkin untuk
meramalkan perilaku social yang normal pada usia tertentu.
Pada tingkatan usia, kelompok social memberikan
pengaruh yang besar pada perkembangan social. Pengaruh tersebut paling kuat
pada masa kanak- kanak dan masa remaja awal. Oleh karena itu memungkinkan
peramalan tentang anggota mana dalam suatu kelompok social yang sangat
berpengaruh terhadap anak- anak pada usia tertentu.
Masa prasekolah disebut juga usia pra
gang, karena pada saat ini anak bel;ajar menyesuaikan diri dengan kelompok
teman sebaya dan mengembangkan pola perilaku yang sesuai dengan harapan social.
Oleh karena itu, salah satu keuntungan pendidikan praserkolah adalah dapat
memberikan pengalaman social di bawah bimbingan guru yang terlatih, yang
membantu mengembangkan hubungan social yang menyenangkan.
6.
Perkembangan Moral.
Setiap orang akan melaui pola
perkembangan moral yang sama, yang terbagi dalam tiga tingkatan, dan masing-
masing dibagi menjadi dua, sehingga keseluruhannya ada enam stadium. Oleh
karena itu perkembangan moral seseorang dapat diramalkan. Masa prasekolah, anak
berada pada tingkatan pertama yang disebut dengan “ “ moralitas
prakonvensional”. Pada masa ini anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman.
Moralitas suatu tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya. Anak hanya
mengetahui bahwa aturan- aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak
dapat diganggu gugat.Selanjutnua anak masih mendasarkan di luar individu, namun
anak sudah memperhatikan alas an perbuatannya. Oleh karena itu, kondisi moral
anak yang seperti ini memungkinkan para pendidik dapat menerapkan perilaku
disiplin pada anak usia prasekolah, sebagai upaya membimbing anak untuk
mengetahui perilaku mana yang baik dan mana yang buruk, serta mendorong anak
untuk berperilaku sesuai dengan standar- standar ini.