Minggu, 30 Oktober 2016

Keterampilan Komunikasi Seorang Guru





Komunikasi antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kualitas proses pembelajaran. Selain itu, perilaku guru dan peserta didik  dalam proses pembelajaran akan menentukan bentuk komunikasi yang digunakan. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, strategi pembelajaran yang akan digunakan, keputusan- keputusan yang mesti dilaksanakan dalam pembelajaran, rencana pembelajaran yang harus dilaksanakan, semua tersebut harus mampu dilaksanakan oleh guru denghan membangun komunikasi yang efektif dengan seluruh warga sekolah. Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan proses transformasi pesan edukatif berupa materi pembelajaran dari guru kepada peserta didik. Keberhasilan proses pembelajaran akan sangat tergantung kepada efektivitas proses komunikasi yang terjadi antara guru daqn peserta didik.
Guru merupakan pihak nyang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran, sehingga guru sebagai pendidik dituntut untuk memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif, sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Fungsi Komunikasi Dalam Pembelajaran
1.      Pengendalian.
Komunikasi berfungsi sebagai pengendalian dalam pembelajaran, artinya komunikasi berfungsi untuk mengendalikan perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga tercapainya tujuan pembelajaran.
2.      Motivasi.
Komunikasi berfungsi sebagai motivasi. Komunikasi dapat memperkuat motivasi peserta didik dalam pembelajaran dengan cara menjelaskan kepada peserta didik mengenai apa yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya, dan apa tujuan yang ingin dicapai dari apa yang dipelajari tersebut. Dengan komunikasi yang baik dan efektif, guru berperan strategis untuk mengembangkan motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilauinya.
3.      Pengungkap Emosi.
Komunikasi merupakan saran untuk pengungkapan emosi dalam proses pembelajaran. Seperti kita pahami bahwa proses pembelajaran di sekolah merupakan proses yang di dalamnya terjadi interaksi antar berbagai karakter peserta didik, dimana dalam interaksi tersebut terjadi proses pengungkapan emosi. Oleh karena itu, komunikasi merukana pelepsan ungkapan emosi perasaan dan p[emenuhan kebutuhan social peserta didik.
4.      Informasi.
Komunikasi dapat memberikan informasi yang diperlukan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Selain itu, guru memberikan informasi kepada peserta didik melalui penyampaian materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
5.      Bahan Diskusi.
Komunikasi berfungsi sebagai bahan diskusi, yakni menyediakan informasi yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
6.      Sosialisasi.
Komunikasi berfungsi sebagai media susialisasi, yakni sebagai sarana  sosialisasi antara guru dan poeserta didik. Dalam hal ini, komunikasi menyediakan dan mengajarkan tenatang pengetahuan, bagaimana bersikap sesuai dengan nilai- nilai yang ada di lingkungan social, serta bertindak sebagai warga sekolah yang baik.
7.      Hiburan.
Komunikasi berfungsi sebagai hiburan. Bahwa komunikasi merupakan media hiburan yang mudah dan murah bagi guru dan pesrta didik. Melalui komunikasi sebagai hiburan,  maka setiap guru dan peserta didik akan terlibat dalam proses pembelajaran yang menyenangkan.
8.      Integrasi.
Komunikasi berfungsi sebagai alat integrasi. Melalui komunikasi, terjadi integrasi diantara ragam perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi juga berfungsi sebagai perekat diantara perbedaan yang ada.
9.      Pendidikan.
Komunikasi berfungsi untuk pendidikan. Bahwa komunikasi mendidik dan memberikan pengetahuan yang cukup kepada guru untuk mentransfer pengetahuan dan segala kompetensi yang berhubungan dengannya, sebagai bagian dari proses pendidikan bagi peserta didik.
10.  Kebudayaan.
Komunikasi berfungsi untuk memajukan kebudayaan. Melalui pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan peserta didik, maka sesungguhnya kebudayaan sedang dibangun.

Tujuan Komunikasi Dalam Pembelajaran.

1.      Menciptakan pengertian yang sama terhadap setiap pesan dan lambang yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik.
2.      MMerangsang pemikiran peserta didik untuk memikirkan pesan dan rangsangan yang ia terima dari guru.
3.      Melakukan suatu tindakan yang selaras dengan pesan yang diterima peserta didik sebagaimana diharapkan dengan adanya penyampaian pesan tersebut, yaitu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
4.      Pesan bagi peserta didk memperhatikan nada dan pengaruhnya terhadap peserta didik. Pilihan kata dan nada dalam pesan peserta didik diperhatikan sedemikian rupa untuk menghindari adanya pengaruh negative terhadap peserta didik.
Bentuk- Bentuk Komunikasi Dalam Pembelajaran:
1.      Komunikasi Verbal
Yaitu bentuk komunikasi dimana pesan disampaikan secara lisan atau tertulis menggunakan suatu bahasa. Bahasa didefinisikan sebagai perangkat kata  yang disusun secara terstruktur sehingga menjadi kalimat yang mengandung arti.
Bentuk  komunikasi verbal antara lain:
a.      Berbicara.
b.      Menulis
c.       Menulis
d.      Mendengar
Kelebihan dan Kekurangan  komunikasi verbal:
Kelebihan:
a.      Komunikasi verbal memungkinkan terjadinya interaksi secara langsung, serta memperoleh umpan balik secara langsung pula, sehingga pemahamannya dapat teruji secara langsung pula
b.      Para pelaku komunikasi dapat berbagi dan bertukar gagasan sehingga dapat memecahkan masalah, karena ditemukannya titik temu antar kepentingan guru dan peserta didik.
c.       Baik guru maupun peserta didik bisa menyampaikan secara langsung kebutuhan dan kepentingannya.
Kekurangan:
a.      Tidak adanya kesadaran bahwa pembicaraan (komunikasi lisan) sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran
b.      Berbicara secara spontan, tanpa melakukan persiapan apa yang akan dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya
c.       Tidak  memikirkan tujuan sebelum dilakukan pembicaraan, dalam merumuskan pesan yang akan disampaikan dan khalayak yang menjadi sasarannya
d.      Tidak merancang dan menyampaikan pesan secara logis
e.      Guru terkadang cenderung memanipulasi pembicaraan
f.        Terkadang muncul sikap melecehkan peserta didik secara verbal


2.      Komunikasi Non Verbal.

Komunikasi non verbal merupakan bentuk komunikasi yang paling dasar dari komunikasi. Secara sederhana,  komunikasi non verbal dapat didefinisikan sebagai komunikasi tanpa kata- kata.
Beberpa macam bentuk komunikasi non verbal:
a.      Gerakan tubuh
b.      Gerakan/ Perilaku mata
c.       Sentuhan:
1.      Kinesthetic, merupan isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan untuk mengungkapkan keakraban atau kenesraan.
2.      Siciofugal, merupakan isyarat yang ditunjukkan dengan berjabatan tangan atau saling merangkul untuk menunjukkan dimulainya persahaban.
3.      Thernal, merupakan isyarat yang ditandai dengan sentuhan yang lebih emosional sebagai tanda persahabatan yang intim. Misalnya menepuk bahu, aju tinju, dan adu telapak tangan
Hambatan dan Solusi Dalam Komunikasi Pembelajaran
Beberapa pakar komuniksai mengemukakan tentang hambatan yang umumnya terjadi dalam komunikasi. Misalnya Ludlow dan Panton (1996) yang mengelompokkan kendala komunikasi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1.      Kendala penerimaan
Kendala dalam penerimaan yang meliputi rangsangan dari lingkungan, sikap  dan nilai- nilai penerima, kebutuhan dan harapan penerima.
2.      Kendala dalam pemahaman
Kendala dalam pemahaman meliputi bahasa, masalah semantic, kemampuan penerima un tuk mendengar  dan menerima, panjang komunikasi serta perbedaan status.
3.      Kendala dalam penyambutan
Kendala dalam penyambutan meliputi praduga, konflik pribadi antara pengirim dan penerima.

Hambatan- hambatan menurut Usman (2008) adalah:

1.      Komunikator menggunakan bahasa yang sukar dipahami
2.      Perbedan persepsi akibat latar belakang yang berbeda
3.      Terjemahan yang keliru
4.      Kegaduhan
5.      Gangguan fisik (Gagap, tuli, buta dsb)
6.      Semantik ( pesan bermakan ganda)
7.      Budaya baca, tulis dan diam
8.      Kecurigaan
9.      Teknik bertanya yang buruk
10.  Teknik menjawab yang buruk
11.  Tidak jujur
12.  Tertutup
13.  Destruktif
14.  Kurang dewasa
15.  Kurang respek
16.  Kurang menguasai materi
17.  Kurang persiapan
18.  Kebiasaan sebagai pembicara dan pendengar



                                                                Semoga Bermanfaat





Etos Kerja Seorang Guru







Bagaimana menjadi guru yang baik? Ini merupakan pertanyaan yang susah- susah gampang untuk dijawab. Apakah dengan bekerja sesuai aturan, mampu mengajar dengan baik, datang tepat waktu, sikap dan perilakunya terpuji sudah cukup menjadikan seseorang menjadi guru yang baik? Mungkin seperti itulah harapan setiap orang tua siswa kepada gurunya.
Setiap orang yang berprofesi sebagai pendidik (guru dan dosen), mau tak mau harus memperhatikan bagaimana etos kerjanya. Sebetulnya bukan profesi pendidik saja yang dituntut demikian, tapi semua jenis profesi seharusnya memiliki etos kerja yang tinggi. Khusus pendidik, mungkin kriteria yang ditetapkan sedikit lebih berat disbanding profesi lainnya.
Menjadi Guru yang baik itu memang tidak mudah, kecuali bagi mereka yang sejak awal bertekat untuk selalu meningkatkan etos kerjanya. Di bawah ini akan diuraikan sejumlah petunjuk  bagaimana meningkatkan etos kerja seorang guru yang mungkin dapat dipakai sebagai pegangan Bapak dan Ibu guru.
1.      Selalu mempersiapkan materi pelajaran.

Seorang guru yang kompeten harus selalu siap dengan materi yang akan disampaikan hari nitu kepada siswa- siswanya. Begitu memasuki kelas, otaknya sudah punya gambaran apa saja yang harus diajarkan pada hari itu. Guru yang tidak siap mengajar di hari itu, akan terciri dengan tingkaah polahnya sebelum dan sesudah dia memasuki kelas. Ada yang tiba- tiba sakit perut, sebelum masuk kelas membuat teh atau kopi terlalu panas, sehingga dia harus menunggu teh atau kopinya agak dingi sehingga dia bisa meminumnya. Itu semua adalah suatu pertanda guru tersebut tidak siap mengajar di hari itu.

2.      Selalu Tepat Waktu.

Kalau masih ingin dihormati peserta didik, usahakan selalu datang tepat waktu. Guru yang sering datang terlambat akan menjadi preseden buruk bagi peserta didiknya. Guru yang sering datang terlambat sangat menjengkelkan peserta didiknya. Mereka merasa diperlakukan ntidak adil, tidak diizinkan masuk, kecuali mendapat izin dari guru piket ataupun kepala sekolah, tapi apa ada sangsi dari kepala sekolah kepada guru- guru yang terlambat? Ada kebiasaan guru yang tidak patut ditiru. Guru yang satu ini seringkali melihat jam tangannya, seolah-olah ingin cepat- cepat mengakhiri pembelajaran, padahal waktu mengajarnya masih belum berakhir. Guru yang tidak menepati waktu ini, akan merugikan para peserta didiknya  yang begitu bersemangat menanti kehadiran  gurunya di kelas. Hal itu akan dapat mengurangi semangat belajarnya, yang mengakibatkan hilangnya respek pada guru tersebut.

3.      Bekerja Dengan Target Rasional.

Semua kita tahu bahwa tingkat kecerdasan peserta didik itu berbeda- beda. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan seorang anak, disamping faktor bawaan, faktor domisili dan faktor- faktor lainnya. Setiap guru harus mengerti kemampuan peserta didiknya dengan baik agar dapat menentukan target yang harus di kejar. Seharusnya guru tidak mengkompetisikan seorang peserta didik yang satu dengan yang lainnya., tapi guru hendaknya mengkompetisikan seorang anak dengan diri anak itu sendiri.

4.      Mengisi Jam Kerja Secara Efektif.

Selama berada di sekolah, seluruh waktu, tenaga dan pikirannya semata- mata diinfakkan untuk sekolah. Selama berada di sekolah, dirinya tidak mau disibukkan oleh urusan yang tidak ada hubungannya dengan dengan sekolah. Urusan sekolah tidak bisa dicampuraduk dengan urusan rumah tangga, bisnis dan sebagainya. Ini namanya korupsi waktu. Guru yang baik tidak akan pernah menyisakan sedikit waktu kerjanya untuk berleha- leha, karena ia menyadari bahwa gaji setiap bulan yang diterimanya itu harus diganti dengan memberikan kontribusi yang optimal terhadap tugas dan kewajibannya.

5.      Tanggung Jawab Terhadap Program.

Guru adalah sosok pribadi yang bertanggungjawab. Bertanggungjawab kepada peserta didik, masyarakat sekitar, dirinya sendiri dan Allah Yang Maha Esa. Tanggungjawab kepada peserta didiknya tidak terbatas pada mencerdaskan saja, namun lebih dari itu, yakni melakukan pembinbanaan sehingga memiliki pribadi yang tangguh dan bertanggungjawab. Di sekolah ia bertanggungjawab penuh melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pendidik, di tengah masyarakat ia dituntut tanggungjawabnya sebagai anggota masyarakat. Dan iapun harus bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Bertanggungjawab terhadap dirinya itu artinya melaksanakan tugas dan kewajiban tersebut bukan karena ingin dipuji, melainkan karena tuntutan hati nuraninya sendiri.

6.      Kreatif dan Inovatif
Disamping punya tanggungjawab besar, seorang guru dituntut untuk selalu mengembangkan dirinya. Guru tidak boleh berkreasi, karena proses kreatif itulah yang diharapkan para peserta didik kepada gurunya. Seorang guru yang baik adalah sosok yang selalu berusaha  menuangkan proses kreatif kepada peserta didiknya. Seorang guru adalah pencipta dalam lingkup sekolah. Ia harus berani menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada, mampu mengubah sesuatu yang awalnya tidak bernilai menjadi bernilai tinggi. Karena ia harus member nilai kepada tugas- tugasnya sebagai seorang pendidik yang mempunyai tanggungjawab moral mencerdaskan anak bangsa. Seorang guru yang kreatif dan inovatif tidak boleh kalah dengan keadaan, tetapi ia dituntut untuk mengubah keadaan.

7.      Tidak Mudah Putus Asa

Guru adalah garda depan bangsa ini, sejauh ini, masih banyak guru yang masih menunjukkan tanda- tanda perjuangan atas profesinya. Kalau kita mau menoleh sedikit ke pelosok pedesaan, potret perjuangan itu terekam dengan jelas. Tetapi pada saat yang sama di kota, banyak guru yang mengeluhkan minimnya kesejahteraan dan fasilitas yang dirasa belum mencukupi. Ambiguitas ini memang sangat menodai citra guru sebagai pejuang tanpa tanda jasa, walaupun semua pihak dapat memaklumi kenapa hal ini  terjadi.

8.      Konsisten dan Konsekuen.

Konsisten dan konsekuen adalah dua kata yang saling isi dan melengkapi. Kedua kata ini dapat dipakai sebagai tolok ukur dedikasi seorang guru dalam tugasnya. Seorang guru hendaknya memegang teguh sikap dan perilakunya, disamping menyelaraskan antara ucapan dengan perbuatannya. Seorang guru harus berani berkorban demi keyakinan yang dipegangnya, dalam rangka mencerdaskan anak bangsa ini. Kosisten artinya taat azas. Hal ini merujuk pada keteguhan dalam pendirian dan keyakinan. Sedangkan konsekuen artinya satunya kat dengan perbuatan. Seorang guru, disamping istiqamah dalam pendirian, kata- katanya harus dapat dijadikan pegangan. Sekali terucap, selamanya menjadi pedoman bagi peserta didiknya. Guru yang konsisten adalah guru yang punya pendirian dan mempertahankan pendiriannya sekuat tenaga. Ia tidak mudah diombang- ambingkan oleh pendapat orang lain yang belum tentu benar. Tetapi bukan berarti ia tidak menerima pendapat orang lain, ia hanya bersikap kritis. Tidak semua pendapat orang lain diterimnya mentah- mentah sebelum ia merassa yakin akan kebenarannya. Kosisten bukan berarti kaku, tetapi tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain. Hal ini mencerminkan sosok guru yang cerdas, sebab dengan kecerdasannyalah ia dapat mematahkan pendapat orang lain yang terbkti tidak benar.

9.      Senang Membaca dan Belajar.

Sebagai seorang guru, dua aktivitas tersebut harus selalu melekat dalam hidupnya. Membaca dan belajar merupakan kegiatan yang tidak boleh diabaikan begitu saja oleh seorang guru professional. Bahkan itu menjadi tugas pokok sebagai seorang guru. Sejalan dengan QS: Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 yang artinya sebagai berikut “ Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah! Dan Tuhanmu muliakanlah, yang mengajarkan manusia dengan qalam, Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya”. Idealnya setiap guru memilki perpustakaan pribadi di rumahnya. Perpustakaan tersebut akan menambah wawasan dan pengetahuan yang berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. Tentunya bukan sekedar rak- rak yang hanya dengan buku panduan, buku paket, tetapi juga buku- buku baru yang berkaitan dengan disiplin ilmunya maupun tidak.

10.  Senang Menulis.


Menulis merupakan keahlian khusus yang membutuhkan pembiasaan dan ketekunan. Banyak orang pintar, punya banyak ide, tetapi tidak mampu menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Dunia pendidikan tidak bisa dipisahkan dengan dunia tulis menulis. Keduanya itu merupakan sekeping mata uang yang saling melengkapi. Jadi ketika kita berbicara tentang dunia pendidikan, de dalamnya tercakup dunia tulis menulis. Idealnya seorang guru yang bagus metode mengajarnya, bagus pula tulisannya. Artinya profesionalismenya itu tidak terbatas secara lisan saja, tetapi juga tulisan.

Rabu, 13 April 2016

Kelebihan dan Kekurangan PTK





Sebagaimana penelitian lain, penelitian tindakan kelas ( PTK ) memiliki kelebihan dan kelemahan. Dengan m,engetahui kelebihan dan kelemahan tersebut, diharapkan peneliti atau calon peneliti dapat meminimalisasikan atau mengurangi kelemahan tersebut, dan mampu mengoptimalisasikan kelebihannya.

Shumsky (1982) dalam Suwarsih (2006) mengemukakan kelebihan PTK sebagai berikut:
1.      Kerjasama dalam PTK menimbulkan rasa memiliki.
2.      Kerjasama dalam PTK mendorong kreativitas dan pemikiran kritis, dalam hal ini guru yang sekaligus sebagai peneliti.
3.      Melalui kerjasama, kemungkinan untuk berubah meningkat.
4.      Kerjasama dalam PTK meningkatkan kesepakatan dalam penyelesaian masalah yang terjadi.

Sementara itu kelemahan dari PTK adalah sebagai berikut:

1.      Kurangnya pengetauan dan keterampilan dalam teknik dasar PTK pada pihak peneliti (guru).
2.      Berkenaan dengan waktu. Karena PTK memerlukan komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya, maka faktor waktu dapat menjadi kendala yang cukup besar.  Hal ini disebabkan belum optimalnya pembagian waktu, antara kegiatan rutinnya dalam mengajar dengan aktivitas PTK.  Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan mengelola waktu yang optimal sehingga kegiatan rutin dan aktivitas penelitian dapat dilaksanakan secara efektif, sebab pada hakekatnya kegiatan PTK dapat dilakukan bersama- sama tanpa saling menggangu dengan tugas rutin (mengajar)

Faktor- faktor yang mendukung berlangsungnya kegiatan PTK.

Mungkin ada orang yang beranggapan bahwa pemelitian tindakan kelas itu mudah. Bahkan mungkin suatu anggapan bahwa penelitian tingkatan sebatas cerita yang sifatnya sudah umum ditemukan dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Hal itu menjadi benar bila ditinjau dari segi teknis pelaksanaan, ruang lingkup, subjek penelitian, dan analisis data yang tampak sangat sederhana, dibandingkan dengan penelitian tradisional. Namun bila ditinjau dari segi nonteknis, ada kecenderungan bahwa pelaksanaan penelitian tindakan menjadi begitu sulit, disebabkan kunci utama dan yang paling penting  dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah faktor kamauan dan kesiapan pihak sekolah dan guru- guru itu sendiri.


Internal sekolah sangat mempengaruhi pelaksanaan penelitian tindakan di sekolah, terutama iklim sekolah, sarana dan prasarana, yang memadai, serta anggaran yang mencukupi.. Hal itu sedikit banyak akan memotivasi warga sekolah, khususnya para guru untuk melakukan kegiatan penelitian. Namun dukungan dari internal sekolah saja juga tidak cukup, harus diikuti dengan adanya dukungan aspek- aspek internal (yang sifatnya nonteknis) dari para guru. Beberapa aspek nonteknis dari seorang guru yang dimaksud antara lain: kepribadian guru, konsep diri, kreativitas dan kemampuan berinovasi, motivasi serta kerjasama anat guru.

Rabu, 23 Maret 2016

MODEL - MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS




PTK mempunyai banyak model sehingga peneliti dapat memiliki salah satu model yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pemilihan model, tidak ada pertimbangan baku dan peneliti dapat memilih salah satu model yang sesuai dengan tingkat kemampuan. Satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa seorang peneliti dapat menggunakan lebih dari satu model. Peneliti melakukan hal ini dalam rangka membandingkan antara model yang satu dengan yang lain dan mencari model mana yang paling efesien dengan hasil paling efektif. Apabila dengan alasan demikian, maka penggunaan berbagai model untuk berbagai jenis kasus boleh dilakukan.
Ada beberapa macam pola pelaksanaan PTK yang dikembangkan oleh beberapa ahli, tetapi yang paling terkenal ada 5 (lima) model yaitu : Model Lewin, Model McKernan, Model Ebbut, Model Elliot, dan Model Kemmis & Mc Taggart. Model-model tersebut memiliki pola dasar yang sama, yaitu serangkaian kegiatan penelitian berupa rangkaian siklus di mana pada setiap akhir siklus akan membentuk siklus baru hasil revisi/perbaikan.

a.             Model Kurt Lewin (1946)


Model Kurt Lewin, merupakan model yang selama ini menjadi acuan pokok (dasar) dari berbagai model action research, terutama classroom action research (CAR). Lewin adalah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang, sebagai satu siklus, seperti terlihat pada gambar 3.1.



a.             Model Kemmis dan Mc Taggart (1988)

Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt Lewin, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama.
Dalam perencanaannya, Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting), dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan permasalahan. Pola dasar model PTK menurut Kemmis & Taggart ditunjukan pada gambar 3.2.

a.             Model Elliot (1991)

Model ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Elliot. Elliot adalah seorang pendukung gerakan “guru sebagai peneliti”. Beliau selalu berusaha mencari cara-cara baru untuk mengembangkan jaringan penelitian. Tindakan dan berhubungan dengan pusat-pusat jaringan penelitian yang lain. Elliot dan delman bekerja bersama-sama dengan guru di kelas, bukan hanya sebagai pengamat, tetapi mereka sebagai kolaborator atau teman sejawat guru. Melalui partisipasi semacam ini, mereka membantu guru untuk mengadopsi suatu pendekatan penelitian untuk pekerjaannya. Elliot setuju dengan ide dasar langkah-langkah tindakan refleksi yang terus bergulir dan kemudian menjadi suatu siklus seperti yang dikembangkan Kemmis. Namun, skema langkah-langkahnya lebih rinci dan berpeluang untuk lebih mudah diubah sehingga sebenarnya dia telah membuat suatu diagram yang lebih baik.

Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memahami langkah-langkah yang ada di dalam model PTK yang dikembangkan oleh Ebbut, Elliot dan Kemmis. Bila guru akan menerapkan atau mengadopsi untuk penelitian tindakan kelas dalam praktik di kelasnya, guru harus memahami betul apa yang dimaksud oleh masing-masing penulis. Di samping itu, guru atau peneliti harus mengetahui penggunaan data dan keterbatasan skema-skema tersebut bila dipraktikan dalam penelitian tindakan. Beberapa keterbatasan langkah-langkah di dalam model PTK ini antara lain :

(1)   Adanya gerakan yang mulai menjauh dari gerakan ajaran Lewin semula
(2)   Skema-skema kelihatannya rapuh dan membingungkan
(3) Skema-skema tersebut tidak dapat menyesuaikan dengan hal-hal baru yang menjadi fokus utamanya, dan
(4)   Skema tersebut tidak begitu saja cocok untuk diikuti.

a.             Model Mc Kernan (1991)

Sebuah model lain yang juga dikembangkan atas dasar ide Lewin atau yang diinterpretasikan oleh Kemmis adalah model penelitian tindakan Mc Kernan. Model ini juga dinamakan proses waktu (a time process model). Menurut Mc Kernan sangatlah penting untuk mengingat bahwa kita tidak perlu selalu terikat oleh waktu, terutama untuk pemecahan permasalahan hendaknya pemecahan masalah atau tindakan dilakukan secara rasional dan demokratis.

a.             Model Ebbut (1985)

Sesuai dengan namanya, model PTK ini dikembangkan oleh Dave Ebbut. Model ini diilhami oleh pemikiran Kemmis dan Elliot. Dalam pengembangannya, Ebbut kurang begitu sependapat dengan interpretasi Elliot tentang karya Kemmis. Perasaan kurang setuju Ebbut (1983) disebabkan karena Kemmis menyamakan penelitiannya dengan hanya temuan fakta. Sedangkan kenyataannya, Kemmis dengan jelas menunjukan bahwa penelitian terdiri atas diskusi, negosiasi, menyelidiki dan menelaah kendala-kendala yang ada. Jadi sudah jelas ada elemen-elemen analisisnya dalam model Kemmis.
Selanjutnya, Ebbut berpendapat bahwa langkah-langkah yang dikembangkan oleh Kemmis (“Spiral Kemmis”) bukanlah yang paling baik untuk mendeskripsikan adanya proses tindakan dan refleksi. Memang pada kenyataannya, Ebbut sangat memperhatikan alur logika penelitian tindakan dan beliau juga berusaha memperlihatkan adanya perbedaan antara teori sistem dan membuat sistem-sistem tersebut ke dalam bentuk kegiatan operasional. Secara rinci alur PTK Ebbut ditunjukan pada gambar 3.5.

 

Tujuan menyajikan keempat model ini adalah agar pembaca memiliki wawasan yang lebih luas tentang penelitian tindakan.  Selain itu, jika seseorang mengenal lebih dari satu model penelitian tindakan diharapkan bahwa dia memperoleh suatu pemahaman yang lebih tentang suatu proses. Walaupun kenyataannya ada empat model, pada dasarnya keempat model ini lebih banyak memiliki “persamaan” daripada “perbedaan”.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya model-model ini lebih memberikan gambaran garis besar proses dari pada suatu teknologi. Urutan langkah-langkah memang diperhatian, tetapi hanya sedikit sekali yang menyinggung soal ‘apa’ dan ‘bagaimana’ antara langkah-langkah ini. Tidak mengherankan kalau model-model ini dapat membingungkan para praktisi. Bahkan Ebbut sendiri mengakui bahwa gambar Elliot cenderung sulit dimengerti.
Namun demikian, berdasarkan rujukan tersebut, secara umum pola dasar dari model-model tersebut meliputi empat tahapan : Pertama, penyusunan rencana (planning); Kedua, melakukan tindakan (acting); Ketiga, pengamatan (observing); dan Keempat, refleksi (reflecting). Dan yang perlu dipahami bahwa, tahapan pelaksanaan dan pengamatan sesungguhnya dilakukan secara bersamaan. Secara lengkap pola dasar model PTK ditunjukan dalam gambar 3.6. berikut :


Tahap 1 : Perencanaan tindakan (planning)

Berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.

Tahap 2 : Pelaksanaan tindakan (Acting)

Tahap ini merupakan implementasi (pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektivitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi di kelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.

Tahap 3 : Pengamatan terhadap tindakan (Observing)

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrument pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrument ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki ketrampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun ketrampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya : (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan ketrampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktivitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistematis.

Tahap 4 : Refleksi terhadap tindakan (reflecting)

Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlibatan kalaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK.
Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpercaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang menyesatkan dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh ketajaman dan keragaman instrument observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya menggunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin. Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Demikian, secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti sebuah spiral.
Kapan siklus-siklus tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si peneliti sendiri. Kalau dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan PTK yang dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus tersebut. Selanjutnya, dia akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan kemudian diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah tersebut.


C.      BENTUK-BENTUK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Selain jenis-jenis dan model-model PTK, dikenal juga bentuk-bentuk PTK. Setidaknya dikenal 4 (empat) bentuk penelitian tindakan, yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti; (2) penelitian tindakan kolaboratif; (3) penelitian tindakan simultan terintegrasi; dan (4) penelitian tindakan administrasi sosial eksperimen (Sukidin, dkk., 2007 : 54-55)
Keempat bentuk PTK di atas, memiliki persamaan dan perbedaan. Menurut Oja dan Simulyan (Kasbolah, 2000), ciri-ciri dari setiap penelitian tindakan tergantung pada : (1) tujuan utama atau pada tekanan penelitian tersebut; (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti luar; (3) proses yang digunakan dalam melaksanakan penelitian; dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.
Menurut (Sukidin, dkk., 2007:55), perbedaan dalam penelitian tindakan yang terjadi di beberapa negara mencerminkan prioritas dan pandangan pendidikan serta penelitian. Misalnya, penelitian tindakan di Inggris dan Australia, ada persamaan dalam hal bentuk kolaborasinya. Namun demikian, PTK di Inggris kurang berorientasi pada strategis dan lebih menekankan penelitian penafsiran. Sedangkan di Australia, PTK lebih berorientasi pada gurunya.
Berikut dipaparkan keempat bentuk PTK yang telah dikenal selama ini dan banyak dikembangkan di beberapa negara termasuk di Indonesia.

1.      PTK Guru sebagai Peneliti
PTK yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri-ciri penting, antara lain : sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian. Dalam bentuk ini, tujuan utama PTK ialah meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat secara langsung dan penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Dalam penelitian bentuk ini, guru mendapat problem sendiri untuk dipecahkan melalui PTK. Jika di dalam penelitian ini, peneliti melibatkan pihak lain, maka perananya tidak dominan. Sebaliknya, keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat konsultatif dalam mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui penelitian-penelitian tindakan kelas. Jadi, guru di dalam melaksanakan penelitian tindakan berperan sebagai peneliti. Sedangkan pihak luar sebenarnya peranannya sangat kecil dalam proses penelitian itu.

2.      PTK Kolaboratif

Penelitian tindakan ini melibatkan beberapa pihak, yaitu guru, kepala sekolah, dosen LPTK dan orang lain yang terlibat menjadi satu tim secara serentak melakukan penelitian dengan tiga tujuan, yaitu : (1) meningkatkan praktik pembelajaran, (2) menyumbang pada perkembangan teori, dan (3) meningkatkan karier guru.
Bentuk penelitian seperti ini, pihak luar semata hanya bertindak sebagai inovator. Sedangkan guru juga dapat melakukannya melalui bekerja sama dengan dosen LPTK/ PGSD. Dengan suasana bekerja seperti itu, guru dan dosen LPTK/PGSD dapat saling mengenal, saling belajar, dan saling mengisi proses peningkatan profesionalisme masing-masing.

3.      PTK Simultan Terintegrasi

Penelitian tindakan terintegrasi adalah bentuk penelitian tindakan yang bertujuan untuk dua hal sekaligus, yaitu untuk memecahkan persoalan praktis dalam pembelajaran dan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaan tindakan kelas yang demikian, guru dilibatkan dalam proses penelitian kelasnya, terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Dalam hal ini, persoalan-persoalan pembelajaran yang diteliti muncul dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar bukan guru. Jadi, dalam bentuk ini, guru bukan pencetus gagasan terhadap permasalahan apa yang harus diteliti dalam kelasnya sendiri. Dengan demikian, guru bukan innovator dalam penelitian ini dan sebaliknya yang mengambil posisi innovator adalah peneliti lain di luar guru.

4.      PTK Administrasi Sosial Eksperimen

Ada suatu bentuk penelitian tindakan yang pelaksanaannya lebih meningkatkan dampak kebijakan dan praktik. Dalam penelitian tindakan ini, guru tidak dilibatkan dalam menyusun perencanaan, melakukan tindakan dan refleksi terhadap praktik pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi, sebenarnya guru tidak banyak memberikan masukan dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan jenis ini. Tanggung jawab penuh penelitian tindakan ini terletak pada pihak luar, meskipun objek penelitian itu terletak di dalam kelas.
Dalam melakukan penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental, peneliti bekerja atas dasar hipotesis tertentu. Penelitian luar yang membuat rencana tindakan dan kegiatan pelaksanaan penelitiannya mengacu pada hipotesis tertentu. Selanjutnya, peneliti melakukan berbagai tes yang ada dalam eksperimennya.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disarikan bahwa dalam rangka upaya menambah pemahaman dan wawasan tentang penelitian tindakan kelas perlu diketahui beberapa tipologi, model dan bentuk penelitian tindakan. Dengan demikian guru dapat memilih mana sekiranya yang cocok bagi mereka untuk mengembangkan dalam proses pembelajaran sehingga kualitas pembelajaran yang bermuara pada hasil belajar siswa dapat menunjukan peningkatan yang signifikan.