PTK mempunyai
banyak model sehingga peneliti dapat memiliki salah satu model yang sesuai
dengan yang dikehendaki. Dalam pemilihan model, tidak ada pertimbangan baku dan
peneliti dapat memilih salah satu model yang sesuai dengan tingkat kemampuan.
Satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa seorang peneliti dapat menggunakan
lebih dari satu model. Peneliti melakukan hal ini dalam rangka membandingkan
antara model yang satu dengan yang lain dan mencari model mana yang paling
efesien dengan hasil paling efektif. Apabila dengan alasan demikian, maka
penggunaan berbagai model untuk berbagai jenis kasus boleh dilakukan.
Ada beberapa
macam pola pelaksanaan PTK yang dikembangkan oleh beberapa ahli, tetapi yang
paling terkenal ada 5 (lima) model yaitu : Model Lewin, Model McKernan, Model
Ebbut, Model Elliot, dan Model Kemmis & Mc Taggart. Model-model tersebut
memiliki pola dasar yang sama, yaitu serangkaian kegiatan penelitian berupa
rangkaian siklus di mana pada setiap akhir siklus akan membentuk siklus baru
hasil revisi/perbaikan.
a.
Model Kurt Lewin (1946)
Model Kurt Lewin, merupakan model yang
selama ini menjadi acuan pokok (dasar) dari berbagai model action research,
terutama classroom action research (CAR). Lewin adalah orang pertama
yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research
menurut Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning),
(2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4)
refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang, sebagai
satu siklus, seperti terlihat pada gambar 3.1.
a.
Model Kemmis dan Mc Taggart (1988)
Model Kemmis & Taggart merupakan
pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt Lewin, hanya saja
komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan
tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama.
Dalam perencanaannya, Kemmis menggunakan
sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana (planning),
tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting),
dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang
pemecahan permasalahan. Pola dasar model PTK menurut Kemmis & Taggart
ditunjukan pada gambar 3.2.
a.
Model Elliot (1991)
Model ini
diperkenalkan dan dikembangkan oleh Elliot. Elliot adalah seorang pendukung
gerakan “guru sebagai peneliti”. Beliau selalu berusaha mencari cara-cara baru
untuk mengembangkan jaringan penelitian. Tindakan dan berhubungan dengan
pusat-pusat jaringan penelitian yang lain. Elliot dan delman bekerja
bersama-sama dengan guru di kelas, bukan hanya sebagai pengamat, tetapi mereka
sebagai kolaborator atau teman sejawat guru. Melalui partisipasi semacam ini,
mereka membantu guru untuk mengadopsi suatu pendekatan penelitian untuk
pekerjaannya. Elliot setuju dengan ide dasar langkah-langkah tindakan refleksi
yang terus bergulir dan kemudian menjadi suatu siklus seperti yang dikembangkan
Kemmis. Namun, skema langkah-langkahnya lebih rinci dan berpeluang untuk lebih
mudah diubah sehingga sebenarnya dia telah membuat suatu diagram yang lebih
baik.
Ada hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam memahami langkah-langkah yang ada di dalam model PTK
yang dikembangkan oleh Ebbut, Elliot dan Kemmis. Bila guru akan menerapkan atau
mengadopsi untuk penelitian tindakan kelas dalam praktik di kelasnya, guru
harus memahami betul apa yang dimaksud oleh masing-masing penulis. Di samping itu,
guru atau peneliti harus mengetahui penggunaan data dan keterbatasan
skema-skema tersebut bila dipraktikan dalam penelitian tindakan. Beberapa
keterbatasan langkah-langkah di dalam model PTK ini antara lain :
(1)
Adanya
gerakan yang mulai menjauh dari gerakan ajaran Lewin semula
(2)
Skema-skema
kelihatannya rapuh dan membingungkan
(3) Skema-skema
tersebut tidak dapat menyesuaikan dengan hal-hal baru yang menjadi fokus
utamanya, dan
(4)
Skema
tersebut tidak begitu saja cocok untuk diikuti.
a.
Model Mc Kernan (1991)
Sebuah model
lain yang juga dikembangkan atas dasar ide Lewin atau yang diinterpretasikan
oleh Kemmis adalah model penelitian tindakan Mc Kernan. Model ini juga
dinamakan proses waktu (a time process model). Menurut Mc Kernan
sangatlah penting untuk mengingat bahwa kita tidak perlu selalu terikat oleh
waktu, terutama untuk pemecahan permasalahan hendaknya pemecahan masalah atau
tindakan dilakukan secara rasional dan demokratis.
a.
Model Ebbut (1985)
Sesuai dengan
namanya, model PTK ini dikembangkan oleh Dave Ebbut. Model ini diilhami oleh
pemikiran Kemmis dan Elliot. Dalam pengembangannya, Ebbut kurang begitu
sependapat dengan interpretasi Elliot tentang karya Kemmis. Perasaan kurang
setuju Ebbut (1983) disebabkan karena Kemmis menyamakan penelitiannya dengan
hanya temuan fakta. Sedangkan kenyataannya, Kemmis dengan jelas menunjukan
bahwa penelitian terdiri atas diskusi, negosiasi, menyelidiki dan menelaah
kendala-kendala yang ada. Jadi sudah jelas ada elemen-elemen analisisnya dalam
model Kemmis.
Selanjutnya,
Ebbut berpendapat bahwa langkah-langkah yang dikembangkan oleh Kemmis (“Spiral
Kemmis”) bukanlah yang paling baik untuk mendeskripsikan adanya proses
tindakan dan refleksi. Memang pada kenyataannya, Ebbut sangat memperhatikan
alur logika penelitian tindakan dan beliau juga berusaha memperlihatkan adanya
perbedaan antara teori sistem dan membuat sistem-sistem tersebut ke dalam
bentuk kegiatan operasional. Secara rinci alur PTK Ebbut ditunjukan pada gambar
3.5.
Tujuan
menyajikan keempat model ini adalah agar pembaca memiliki wawasan yang lebih
luas tentang penelitian tindakan. Selain
itu, jika seseorang mengenal lebih dari satu model penelitian tindakan diharapkan
bahwa dia memperoleh suatu pemahaman yang lebih tentang suatu proses. Walaupun
kenyataannya ada empat model, pada dasarnya keempat model ini lebih banyak
memiliki “persamaan” daripada “perbedaan”.
Perlu diketahui
bahwa sebenarnya model-model ini lebih memberikan gambaran garis besar proses
dari pada suatu teknologi. Urutan langkah-langkah memang diperhatian, tetapi
hanya sedikit sekali yang menyinggung soal ‘apa’ dan ‘bagaimana’ antara
langkah-langkah ini. Tidak mengherankan kalau model-model ini dapat
membingungkan para praktisi. Bahkan Ebbut sendiri mengakui bahwa gambar Elliot
cenderung sulit dimengerti.
Namun demikian,
berdasarkan rujukan tersebut, secara umum pola dasar dari model-model tersebut
meliputi empat tahapan : Pertama, penyusunan rencana (planning); Kedua,
melakukan tindakan (acting); Ketiga, pengamatan (observing);
dan Keempat, refleksi (reflecting). Dan yang perlu dipahami
bahwa, tahapan pelaksanaan dan pengamatan sesungguhnya dilakukan secara
bersamaan. Secara lengkap pola dasar model PTK ditunjukan dalam gambar 3.6.
berikut :
Tahap 1 : Perencanaan tindakan (planning)
Berdasarkan
identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan
disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan.
Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala
keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran
yang mencakup metode/teknik mengajar, serta teknik atau instrumen
observasi/evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini.
Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul
pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih
dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan
hipotesis yang telah ditentukan.
Tahap 2 : Pelaksanaan tindakan (Acting)
Tahap ini
merupakan implementasi (pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat.
Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori
pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah
yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan
hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektivitas keterlibatan kolaborator
sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan
evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi di kelasnya sendiri. Dalam
proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan dan teori pembelajaran yang
dikuasai dan relevan.
Tahap 3 : Pengamatan terhadap tindakan (Observing)
Kegiatan
observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang
dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang
sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang
dikumpulkan dengan alat bantu instrument pengamatan yang dikembangkan oleh
peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis
instrument ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam
melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam
tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau
pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan
menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat
terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang
dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi
terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan observasi sistematis.
Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya (a) ada
perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus
ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d)
pengamat memiliki ketrampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan
diberikan dengan segera. Adapun ketrampilan yang harus dimiliki pengamat
diantaranya : (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b)
adanya keterlibatan ketrampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul
aktivitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus
teliti dan sistematis.
Tahap 4 : Refleksi terhadap tindakan
(reflecting)
Tahapan ini
merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan.
Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis dan
disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan melibatkan orang luar
sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlibatan
kalaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan
refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan
dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang
dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses refleksi ini
memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK.
Dengan suatu
refleksi yang tajam dan terpercaya akan didapat suatu masukan yang sangat
berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang
tidak tajam akan memberikan umpan balik yang menyesatkan dan bias, yang pada
akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses
refleksi ini ditentukan oleh ketajaman dan keragaman instrument observasi yang
dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya menggunakan satu
instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin. Adapun untuk memudahkan
dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan
dan ini dijadikan dasar perencanaan siklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi
diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi
langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Demikian, secara
keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini
kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti sebuah
spiral.
Kapan
siklus-siklus tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si
peneliti sendiri. Kalau dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam
suatu kegiatan PTK yang dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus
tersebut. Selanjutnya, dia akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan
kemudian diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah
tersebut.
C. BENTUK-BENTUK PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Selain
jenis-jenis dan model-model PTK, dikenal juga bentuk-bentuk PTK. Setidaknya
dikenal 4 (empat) bentuk penelitian tindakan, yaitu : (1) penelitian tindakan
guru sebagai peneliti; (2) penelitian tindakan kolaboratif; (3) penelitian
tindakan simultan terintegrasi; dan (4) penelitian tindakan administrasi sosial
eksperimen (Sukidin, dkk., 2007 : 54-55)
Keempat
bentuk PTK di atas, memiliki persamaan dan perbedaan. Menurut Oja dan Simulyan
(Kasbolah, 2000), ciri-ciri dari setiap penelitian tindakan tergantung pada :
(1) tujuan utama atau pada tekanan penelitian tersebut; (2) tingkat kolaborasi
antara pelaku peneliti dan peneliti luar; (3) proses yang digunakan dalam
melaksanakan penelitian; dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.
Menurut
(Sukidin, dkk., 2007:55), perbedaan dalam penelitian tindakan yang terjadi di
beberapa negara mencerminkan prioritas dan pandangan pendidikan serta
penelitian. Misalnya, penelitian tindakan di Inggris dan Australia, ada
persamaan dalam hal bentuk kolaborasinya. Namun demikian, PTK di Inggris kurang
berorientasi pada strategis dan lebih menekankan penelitian penafsiran.
Sedangkan di Australia, PTK lebih berorientasi pada gurunya.
Berikut
dipaparkan keempat bentuk PTK yang telah dikenal selama ini dan banyak
dikembangkan di beberapa negara termasuk di Indonesia.
1.
PTK Guru sebagai Peneliti
PTK
yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri-ciri penting, antara lain :
sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian. Dalam bentuk ini,
tujuan utama PTK ialah meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Dalam kegiatan ini, guru terlibat secara langsung dan penuh dalam proses
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Dalam
penelitian bentuk ini, guru mendapat problem sendiri untuk dipecahkan melalui
PTK. Jika di dalam penelitian ini, peneliti melibatkan pihak lain, maka perananya
tidak dominan. Sebaliknya, keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat
konsultatif dalam mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang
dihadapi oleh guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui
penelitian-penelitian tindakan kelas. Jadi, guru di dalam melaksanakan
penelitian tindakan berperan sebagai peneliti. Sedangkan pihak luar sebenarnya
peranannya sangat kecil dalam proses penelitian itu.
2.
PTK Kolaboratif
Penelitian
tindakan ini melibatkan beberapa pihak, yaitu guru, kepala sekolah, dosen LPTK
dan orang lain yang terlibat menjadi satu tim secara serentak melakukan
penelitian dengan tiga tujuan, yaitu : (1) meningkatkan praktik pembelajaran,
(2) menyumbang pada perkembangan teori, dan (3) meningkatkan karier guru.
Bentuk
penelitian seperti ini, pihak luar semata hanya bertindak sebagai inovator.
Sedangkan guru juga dapat melakukannya melalui bekerja sama dengan dosen LPTK/
PGSD. Dengan suasana bekerja seperti itu, guru dan dosen LPTK/PGSD dapat saling
mengenal, saling belajar, dan saling mengisi proses peningkatan profesionalisme
masing-masing.
3.
PTK Simultan Terintegrasi
Penelitian
tindakan terintegrasi adalah bentuk penelitian tindakan yang bertujuan untuk
dua hal sekaligus, yaitu untuk memecahkan persoalan praktis dalam pembelajaran
dan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas.
Dalam pelaksanaan tindakan kelas yang demikian, guru dilibatkan dalam proses
penelitian kelasnya, terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap
praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Dalam
hal ini, persoalan-persoalan pembelajaran yang diteliti muncul dan
diidentifikasi oleh peneliti dari luar bukan guru. Jadi, dalam bentuk ini, guru
bukan pencetus gagasan terhadap permasalahan apa yang harus diteliti dalam
kelasnya sendiri. Dengan demikian, guru bukan innovator dalam penelitian ini
dan sebaliknya yang mengambil posisi innovator adalah peneliti lain di luar
guru.
4.
PTK Administrasi Sosial Eksperimen
Ada
suatu bentuk penelitian tindakan yang pelaksanaannya lebih meningkatkan dampak
kebijakan dan praktik. Dalam penelitian tindakan ini, guru tidak dilibatkan
dalam menyusun perencanaan, melakukan tindakan dan refleksi terhadap praktik
pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi, sebenarnya guru tidak banyak
memberikan masukan dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan jenis ini.
Tanggung jawab penuh penelitian tindakan ini terletak pada pihak luar, meskipun
objek penelitian itu terletak di dalam kelas.
Dalam
melakukan penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental, peneliti
bekerja atas dasar hipotesis tertentu. Penelitian luar yang membuat rencana
tindakan dan kegiatan pelaksanaan penelitiannya mengacu pada hipotesis
tertentu. Selanjutnya, peneliti melakukan berbagai tes yang ada dalam
eksperimennya.
Jadi,
berdasarkan uraian di atas dapat disarikan bahwa dalam rangka upaya menambah
pemahaman dan wawasan tentang penelitian tindakan kelas perlu diketahui
beberapa tipologi, model dan bentuk penelitian tindakan. Dengan demikian guru
dapat memilih mana sekiranya yang cocok bagi mereka untuk mengembangkan dalam
proses pembelajaran sehingga kualitas pembelajaran yang bermuara pada hasil
belajar siswa dapat menunjukan peningkatan yang signifikan.